Hati rasanya udah bahagia setelah tiga ospek kulalui. Ospek terakhir benar-benar ospek paling menyenangkan dan mengena di hati. Meski kelompokku bukan apa-apa di sana, tapi kelompokku adalah kelompok terbaik di hatiku (ciyeeee).
Kelompokku adalah kelompok napi. Pake celana hitam ala kadarnya, baju putih yang dipilok hitam asal-asalan, label tersangka, borgol dari barang bekas, dan kupluk hitam. Sebenernya napi dan polisi, tapi karena polisinya cuma dua, evaluator ngatain kami kelompok napi.
Hari pertama biasa aja, kakak-kakak kelas yang suka boong, suka ribut, ga nyante, ngrasa penting, ngrasa paling bener.
Hari kedua outbond. Karena hari pertama kami secara tidak sengaja ninggalin temen kami dan jadi sasaran evaluator, di outbond ini evaluator ngerjain kami. Kami udah menang tapi malah dikasi areng. Mukaku jadi item. Grrr. Siangnya sepedaan. Aku suka sepedaan. Sampai aku bela-belain gowes dari rumah ke kampus buat bawa sepedaku. Tapi hari itu malah jadi malapetaka buat salah satu temenku, Denny. Vertigonya kambuh. Sorenya kami ga ada tugas, langsung diijinin pulang, jadi aku langsung minta dijemput. Tiba-tiba ada kabar suruh kumpul buat dikasi tugas. Oh my.. Aku baru mau sms ayah, tiba-tiba darah mengucur dari hidungku. Mana nggak berhenti-berhenti pula. Temen-temen langsung panik. Kasih tisu, suruh pencet atas hidung, telpon P3K. P3K dateng, ayahku dateng. Ayahku langsung telpon nanya aku di mana. Tapi aku bingung njelasin situasi. Ini lah, itu lah. Ayahku belum selesai kujelasin langsung marah pergi katanya ada acara kalo nggak mau ikut yasudah ga usah minta dijemput. Gataunya aku nangis. Aneh banget. Tiap inget ayahku marah gitu langsung nangis. Kakak P3K tambah bingung.
Yare, yare...
Hari ketiga jalan-jalan ke Malioboro. Banyak hal baru dan banyak hal lama. Pulang pergi pake bis, pas pulang terjadi sesuatu. Di lembah UGM, temenku yang duduk paling depan tiba-tiba lari keluar sambil bilang "panas-panas!". Aku lagi asik-asiknya tidur tuh, bangun-bangun liat kaca depan udah brawut kena asap. Aku sontak lari keluar dan kutungguin bisnya nggak njeblug (ya iyalah). Temenku, si polisi Adit, langsung lepas sepatu dan kaos kaki. Celananya basah, dan tau apa? Basah kena air karburator. Mimpi apa dia semalam. Ternyata si sopir bis sangat amat kreatif saking kreatifnya air karburatornya dimasukin galon dan ditaruh di depan kursi paling depan. Dan nutupnya tuh antara rapat dan nggak, setengah-setengah deh. Akhirnya dia dibawa ke GMC lalu pindah ke IRD Sardjito. Hari ini tadi, dia langsung nongol lagi di kampus.
Aku bikin sebuah lampion yang terlihat biasa-biasa saja. Tak ada yang bisa tahu keindahannya sampai lilin mulai bercahaya. Aku ingin memotret lampion itu. Tapi karena jadwalku yang padat, aku bahkan tak sempat membawa kamera. Sekarang lampion itu entah di mana. Sedih, tapi aku pengen bikin lagi.
Karena cahaya itu memperindah kegelapan.